Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Lakukan Evaluasi dan Analisis Pelaksanaan Bantuan Pembiayaan Perumahan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan melaksanakan Rapat Koordinasi Evaluasi dan Analisis Pelaksanaan Bantuan Pembiayaan Perumahan Wilayah II Tahun 2019, bertempat di Bandung, Selasa (25/6) lalu. dalam acara tersebut Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI) Eko D Heripoerwanto menyampaikan dalam sambutannya bahwa telah ditetapkan Keputusan Menteri PUPR 353/KPTS/M/2019 pada tanggal 18 Juni 2019 tentang Batasan Harga Jual Maksimum Rumah Subsidi, dan untuk wilayah Jawa batas harga maksimum sebesar Rp.140.000.000.
”Dari Total Anggaran KPR Bersubsidi TA 2019 sebesar 11,51 Trilliun dengan rincian 7,1 Trilliun untuk KPR Sejahtera FLPP, 3,452 Trilliun untuk KPR SSB, 0,948 Trilliun untuk SBUM dan 0,448 Trilliun untuk BP2BT, Sisa dana yang tersedia untuk program KPR Bersubsidi sampai dengan bulan Juni 2019 untuk program KPR Sejahtera FLPP sebesar Rp.847,9 Miliar, KPR SSB sebesar Rp. 3,096 Trilyun sedangkan untuk program SBUM sebesar Rp. 0,87 Miliar dan Pogram BP2BT sebesar Rp. 8,7 Miliar” ungkapnya lebih lanjut.
Dalam rapat koordinasi ini Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Permukiman menyampaikan hasil Pemantauan dan Evaluasi Bantuan Pembiayaan Perumahan Tahun 2019 di wilayah Jawa Barat, debitur yang menghuni rumahnya sebesar 56,03 persen, yang belum menghuni sebesar 43,58 persen dan debitur yang telah memindahtangankan rumahnya sebesar 0,39 persen dari total sampel 257 unit sampel, 9 perumahan, dan 2 kabupaten. Pembangunan Infrastruktur khususnya pembangunan perumahan membutuhkan dukungan dana sebesar 5 Triliun sedangkan APBD hanya dapat membiayai 5 persen dari dana tersebut, untuk itu KPBU dapat menjadi alternatif pembiayaan sekaligus menjadikan Provinsi Jawaban sebagai role model dalam pelaksanaan KPBU bidang Perumahan.
Namun demikian, dalam sesi paparan disampaikan bahwa saat ini Pemerintah berupaya menjaga kualitas rumah subsidi yang layak huni dan tahan gempa, dengan menerapkan Kepmen Kimpraswil 403/2002 dan lampiran Permen PUPR Nomor 5 Tahun 2016 dalam pembangunan rumah bersubsidi. IMB dan SLF merupakan standar kelaikan dalam pembangunan rumah, baik bangunan gedung maupun rumah tapak. IMB dan SLF adalah dua hal yang berbeda. IMB dilakukan sebelum pelaksanaan pembangunan dan hanya sebagai persetujuan, sedangkan SLF dilakukan setelah pembangunan dan bertindak sebagai konfirmasi atas kesesuaian bangunan dengan IMB.
Hadir dalam acara tersebut Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Barat, Perwakilan Direktorat Rumah Umum dan Khusus, Ditjen. Penyediaan Perumahan, Pejabat Eselon III dan IV serta staf di lingkungan Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan,Perwakilan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, perwakilan Perbankan dan perwakilan dari Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pengembang Perumahan Subsidi. (FEN)