Sinergi dan Dukungan dari Kementerian PUPR Dalam Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Di Provinsi DKI Jakarta
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI) saling bersinergi dan memberikan dukungan dalam Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Di Provinsi DKI Jakarta. Bentuk komitmen antara Kementerian PUPR dan Pemprov DKI tersebut yaitu:meningkatkan cakupan layanan sesuai standar pelayanan minimal, saling memberikan dukungan untuk penyelenggaran SPAM di Provinsi DKI Jakarta, melakukan perencanaan bersama dan mewujdukan SPAM yang memadai, aman dan merata bagi masyarakat Provinsi DKI Jakarta. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Permukiman, DJPI, Kementerian PUPR, Meike Kencanawulan Martawidjaja, di Jakarta, Rabu (16/11/2022).
Meike selanjunya mengatakan bahwa ada dua hal mengapa pemerintah pusat memberikan perhatian terhadap penyelenggaraan SPAM di Provinsi DKI Jakarta. “Alasan pertama adalah kami ingin memastikan pola pembiayaan yang dilakukan oleh PAM Jaya atau pemerintah DKI Jakarta mampu memenuhi kebutuhan air minum yang diperlukan. Kedua, kami ingin memastikan pola yang diterapkan sesuai peraturan yang berlaku”, ujar Mieke.
Mieke lantas menjelaskan terkait sistem air minum. Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Mieke, Air Minum utamanya bersumber dari air baku, ragamnya ada air permukaan, bisa sungai, embung, atau danau, mata air, dan air tanah. Namun, menurut Meike, penggunaan air tanah atau sumur harus mulai dikurangi. “Sumber air tanah menjadi pilihan terakhir, karena dapat menimbulkan masalah lingkungan, juga dalam operasinya akan membutuhkan biaya lebih tinggi, karena menggunakan pompa, sehingga biaya listrik menjadi besar”, ungkapnya.
Adapun tantangan dalam penyelenggaraan SPAM adalah terkait dengan keterbatasan dana dalam pembangunan infrastruktur dari hulu sampai hilir. “Ada tiga keterbatasan, yaitu ada keterbatasan dana pemerintah, baik pusat maupun daerah, APBN/APBD. Apalagi dengan adanya pandemi, tetapi pada saat normal pun, ada keterbatasan pendanaan untuk sektor air. Di sisi lain, kita punya target SDGs dan RPJMN. Sehingga tidak bisa berhenti. Ketiga, ada potensi pembiayaan yang bisa kita akses, seperti dana investor atau dana badan usaha atau ada opsi lain yaitu perbankan. Dari tiga hal ini kita coba kombinasikan untuk percepatan cakupan layanan air minum”, terang Meike.
Lebih jauh lagi, Meike mengatakan bahwa pemerintah mencoba inovasi pembiayaan Source to Tap. “Source to Tap artinya dari sumber air baku sampai pelanggan. Kenapa konsep ini? Hal ini untuk memitigasi permasalahan yang muncul dari sektor air minum, supaya tidak terjadi idle capacity yang tinggi, kemudian supaya tidak ada ketergantungan pembiayaan. Dengan adanya Source to Tap, maka perencanaannya terintegrasi, pembiayaannya terintegrasi, dan mitigasi resikonya juga terintegrasi”, terang Meike