Kementerian PUPR Tingkatkan Pembiayaan Infrastruktur Non APBN Melalui KPBU
Jakarta – Pemerintah terus mendorong ketersediaan infrastruktur untuk mengurangi biaya logistik dan memperlancar mobilitas. Kemampuan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020 – 2024 diproyeksikan hanya mampu memenuhi 30 persen atau sekitar Rp 623 triliun dari total kebutuhan anggaran untuk penyediaan infrastruktur sebesar Rp 2.058 triliun.
Kebutuhan anggaran ini mencakup sektor Sumber Daya Air sebesar Rp 577 triliun, sektor Jalan dan Jembatan Rp 573 triliun, sektor permukiman Rp 128 triliun, dan sektor perumahan sebesar Rp 780 triliun.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Eko Djoeli Heripoerwanto mengatakan sebagai langkah untuk menutupi gap pendanaan non-APBN sebesar 70 persen atau Rp 1.435 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendorong inovasi pembiayaan pembangunan infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP).
Melalui skema KPBU, Badan Usaha terikat hubungan kerjasama dengan Pemerintah dalam menyediakan infrastruktur yang mengacu spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Dimana penyelenggaraannya menggunakan sebagian atau seluruh sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan risiko diantara kedua belah pihak.
“KPBU dilakukan mulai dari merencanakan, merancang, mendesain, membangun, membiayai, memelihara dan mengoperasikan. Selama ini kita telah mengenal KPBU dalam pembangunan jalan, diharapkan tahun ini bisa “pecah telor” KPBU dalam bidang perumahan,” tutur Eko D. Heripoerwanto kepada media pada acara PUPR EXPO 4.0, Jumat (8/3/2019).
Ada empat manfaat pembiayaan infrastruktur melalui skema KPBU. Pertama Risk Sharing, yaitu adanya alokasi risiko bagi kedua belah pihak (swasta dan Pemerintah) yang juga akan meningkatkan keatraktifan proyek. Kedua Transfer of knowledge, yaitu adanya transfer pengetahuan dan teknologi dari pihak swasta kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Ketiga Project delivery, yaitu adanya upaya pihak swasta untuk menyelesaikan proyek sesuai kesepakatan karena adanya target spesifik periode konstruksi sehingga terhindar dari siklus anggaran multiyears dan keempat Potensi investasi, yaitu terbukanya pintu masuk investasi bagi pihak swasta lainnya akibat keberhasilan daerah menyelenggarakan KPBU.
Eko D. Heripoerwanto menuturkan, pembangunan infrastruktur PUPR dengan skema KPBU, saat ini tidak hanya dalam pembangunan jalan tol, sistem penyediaan air minum (SPAM), kini tengah dijajaki peluang KPBU dalam pembangunan Rumah Susun (Rusun).
“Kementerian PUPR merupakan Kementerian pertama yang mempunyai organisasi setingkat Ditjen untuk mengembangkan KPBU. Semoga dengan langkah ini bisa mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia,” ujar Eko D. Heripoerwanto yang dilantik Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pada 8 Februari 2019.
“Perubahan organisasi tidak membuat lepasnya tanggung jawab Kementerian PUPR terhadap pelaksanaan misi Pemerintah untuk membantu pembiayaan perumahan bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah),” tuturnya.
Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan memiliki tugas untuk menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan bidang pembiayaan infrastruktur, termasuk menjadi koordinator pemrograman, penyusunan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan proyek-proyek KPBU dengan Unit Organisasi di Lingkungan Kementerian PUPR (BPJT, BP TAPERA dan BPPSPAM).
Dalam kesempatan tersebut juga turut hadir pejabat setingkat eselon II Ditjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Irma Yanti, Direktur Perumusan Kebijakan dan Evaluasi Herry Trisaputra Zuna, Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air Arvi Argyantoro, Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Jalan dan Jembatan Reni Ahiantini, Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Adang Sutara dan Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Permukiman Haryo Bekti Martoyoedo. (*)